Selasa, 18 September 2012

Naskah Drama_ALI BABA


Alibaba

Dahulu kala ada seorang pria yang bernama Alibaba, dia tinggal bersama istrinya, Zaitun. Mereka tinggal di sebuah rumah kumuh disebuah perkampungan dipinggir hutan. Kakaknya, baba Kasim, dia adalah orang kaya diperkampungan itu. Tapi dia sangat pelit dan sombong.

Pada Suatu hari...

Zaitun : Ali, maukah kau mencarikan kayu bakar untuk saya?

Alibaba : oh ... zaitun. Mengapa namamu Zaitun? Namamu begitu indahnya. Apa arti dari namamu itu? Namamu begitu harum semerbak.

Zaitun : Kamu tahu kalau aku bukanlah mawar, jadi tolong jangan lagi menggodaku! Cepat carikan aku kayu bakar!

Alibaba: Oke! tetapi kamu tahu kan kalau aku tidak punya banyak waktu!

Dengan gontai Alibaba pergi ke hutan untuk memenuhi permintaan istrinya istrinya.

Didalam hutan ketika Alibaba sedang mengumpulkan ranting-ranting untuk dijadikan kayu bakar, tiba-tiba dia mendengar percakapan.

Bandit 2 : kita mendapat emas lagi dari desa itu. Mari kita pergi ke gua dan menyimpannya!
Dipersembunyiannya.... AliBaba berguman sambil terus mengikuti mereka kedalam hutan.
Alibaba : Siapakah mereka? Biarkan aku mencari tahu!
Sampailah mereka disebuah gua yang tertutup batu.

Leader.b : Alakazam, Buka Pintu!
Setelah menyimpan emas, merekapun keluar lagi.
Leader .b : Mari kita pergi ke desa lain, kita tidak punya waktu untuk istirahat!
Setelah para perampok pergi.

Alibaba : Mmm ... Alakazam Buka Pintu! Wow, apa itu? Oh My God itu adalah emas! Saya ingin mengambil beberapa ... sebelum mereka datang.

Setelah mengambil beberapa keping emas dari gua itu, Alibabapun pulang tanpa membawa kayu bakar.

Alibaba: Honey, aku pulang!

Zaitun: Mana kayu bakarnya?

Alibaba: Tidak ada, tapi aku punya sesuatu yang lebih baik, Emas!

Zaitun: Apa? Apa sih yang kamu bicarakan?

Alibaba: Aku serius, sayang. Ini benar-benar emas!

Zaitun: darimana kamu mendapatkannya?

Alibaba: Aku mengambilnya dari para perampok.

Zaitun: Saya ingin memberikan beberapa kepada tetangga kita.

Alibaba: Pinjam mangkuk dari Kasimbaba. untuk mengambil emas

Zaitun, pergi ke Kasim baba's Mansion untuk meminjam mangkuk.

Zaitun: Permisi, boleh saya pinjam mangkuk?

Istri 1: Oh, kakak saya yang miskin! Tentu saja boleh.

Kasim baba: Sebuah mangkuk kecil atau mangkuk besar, hai perempuan?

Istri 2: mungkin bukan mangkuk kecil, hahaha!

Zaitun: Hmmm ... Saya ingin mangkuk paling besar yang ada di dunia.

baba Kasim: baiklah, berikannya mangkuk kepadanya! Tapi jangan kau makan emasnya! Hahahaha

Zaitun pulang ke rumah. Mereka memberi emas kepada tetangga mereka. Ketika, Alibaba mengembalikan kembali mangkuk untuk baba Kasim ...

Alibaba: Dear, saudaraku!

Istri 1: Eh, Darling manusia miskin.

baba Kasim: Oh jangan seperti itu! hey really2 saudara miskin.

Alibaba: really, kakak saya yang kaya! Saya ingin mengembalikan mangkuk Anda yang benar-benar sangat mahal.

Istri 2: lihatlah, manusia miskin telah mengambil emas ke dalam mangkuk kami.

baba Kasim: Apakah itu nyata? Oh, bagaimana kau mendapatkannya?

Alibaba: mmm ... hanya ikuti perampok.

Setelah baba Kasim mendapat penjelasan dari Alibaba, ia pergi ke gua pagi sekali dengan menunggangi seekor keledai.


baba Kasim: Dimana emas? Oh, aku tidak ingin terlihat oleh Alibaba manusia termiskin

Akhirnya baba Kasim menemukan gua tersebut. Dan ia sangat senang ketika ia melihat emas.

Kasim baba: Mmm ... apa password, oh yeah ... Ala mmm ... ka ... zam, Buka Pintu!

Kasim baba: Oh My God! Aku bisa menjadi raja, dan orang terkaya di dunia ini.

Ketika baba Kasim ingin pulang, ia lupa password sampai akhirnya para perampok datang.

baba Kasim: Apa sandi itu? Oh Lala ... mmm ada ... Avad Avada membuka pintu ... Alakazim membuka pintu oh tidak!

bandit 3: Alakazam, buka pintu! hey, Siapakah Anda?

Leader.B: Aku benci pencuri, Bunuh dia!

Kasimbaba: Oh silahkan, aku akan memberikan semua emas saya.

Leader.B: Sudah terlambat, Bagaimana Anda bisa sampai ke gua ini?

Kasim baba: Alibaba Memberitahuku. (Untitled - rencana sederhana)

Kasimbaba telah dibunuh oleh bandit, dan salah satu dari mereka mencari rumah Alibaba's. Setelah bertemu rumah, ia menyeberangi pintu, tapi Alibaba tahu taktik para bandit begitu ia menyeberangi semua pintu di desanya.

The Bandit 1: bos Ok, itu jelas! (Dengan handphone)

Alibaba: The bandit berusaha menemukan saya! mmm ... menarik!

Istri pertama Kasim Baba mendapat informasi bahwa suaminya telah dibunuh. Dan istri kedua sangat sedih, sehingga mereka pergi ke rumah Alibaba untuk memberitahunya.


Istri 1: Ali, apakah Anda tahu bahwa kakak Anda sudah mati?

Alibaba: Apa? kau bercanda? Tidak mungkin!

Istri 2: Apakah mereka di sini? Aku ingin membunuh mereka.

Alibaba: Tunggu sebentar. Siapa yang membunuhnya?

Istri 1: bandit itu, mereka memotong tubuhnya!

Alibaba: Umm ... saya punya ide untuk membalas dendam mereka.

Istri 1: Apa itu?


Alibaba tahu bahwa malam ini bandit akan datang ke rumahnya, jadi dia membuat rencana.


Leader.B: Yang mana rumah Alibaba's?

Bandit 1: Rumah yang pintu telah ditandai.

Bandit 2: Semua pintu di desa ini telah tandai.

Bandit 3: Anda menandai semua pintu, betapa bodohnya kamu?

LeaderB: Aku akan membunuh Anda, jika Anda melakukan kesalahan.

Bandit 1: Oh ... saya akan menemukannya bos


Bandit punya bingung, dan Alibaba memperhatikannya dari kejauhan.


Bandit 1: Umm ... maafkan saya Nona, yang manakah rumah Alibaba's?

Model: Ouh maaf, saya sangat sibuk. Jika Anda ingin tahu rumah Alibaba, rumah Yang terkecil didesa ini.

Bandit 1: Terima kasih, Boss.

Leader.B: Oke, karena kami berencana Ketika saya mengatakan Zaitun, Anda akan keluar dari drum dan kami akan membunuh Alibaba.

Bandit: Oke bos.

Pemimpin dari bandit datang ke rumah Alibaba's. Alibaba dan keluarga menyapa ramah.

Leader.B: Permisi, boleh saya bergabung dengan keluarga Anda untuk sebuah makan malam?

Alibaba: tentu saja, Istri saya telah membuat sup Zaitun Zaitun.

Istri 1: Apakah Anda ingin minuman?

Leader.B: Ya, saya

Istri 2: Apakah Anda Zaitun merchant?

Leader.B: Ya, saya adalah seorang ... pedagang zaitun.

Istri 2: Apa yang akan Merchant Zaitun lakukan di rumah kumuh ini?

Leader.B: Yah, aku sangat lelah dan aku terlalu lapar untuk menjual minyak Zaitun. (model) mengatakan bahwa keluarga ini sangat baik.

Alibaba: Oh istri saya, Zaitun terlalu lama memasak didapur.
Istri 1: Saya ingin membantu Zaitun di dapur.
Istri 2: Aku juga
Leader.B: Oooh ..., silakan?

Alibaba: Mengapa?


Pertama dan kedua istri baba Kasim dan Zaitun sedang menunggu di samping drum dan mereka mengambil sapu, palu, dan wajan penggorengan untuk memukul bandit.

Bandit 1: Aku telah mendengar "Zaitun" kata selama 16 kali.

Bandit 2: Mungkin itu adalah sinyal, bahwa kita harus keluar.

Bandit 3: Saya tidak berpikir begitu suara tampaknya berbeda


Bandit keluar dari drum dan Zaitun, dan istri Kasim baba's memukul mereka sampai mereka mati


Ketika pemimpin yang disebut bandit. Tak ada jawaban. Dan Alibaba mengatakan kepadanya bahwa bandit telah tewas. Dia berpikir Alibaba tidak tahu rencananya. Dan Alibaba membunuhnya.

Leader.B: Zaitun

Alibaba: Anda menyebut mereka tanpa efek apapun, karena mereka telah dibunuh, apa yang akan Anda lakukan sekarang pemimpin bandit?

Leader.B: Bagaimana Anda tahu? sehingga Anda perangkap saya! Saya tidak takut apa-apa.

Alibaba: Terus bermimpi! orang yang takut tidak ada orang yang mencintai apa-apa, jika demikian maka apa sukacita yang ada dalam hidup Anda?


Naskah Drama_BABAD TANAH MINAHASA


Judul Naskah Drama: Babad Tanah Minahasa.
Penulis Naskah Drama: Witho B. Abadi
Kategori: Naskah Drama Komedi yang tidak lucu.

Naskah Drama ini dimainkan oleh 5 orang. 4 Pria, 1 wanita. Menjadi 6 orang jika ditambah dengan Narrator.

Pemeran, berdasarkan pemunculan:
Narrator
Lumilumut
Karim A
Trotoar
Opo
Pemeran Pengganti

NARRATOR:
Ini adalah legenda rakyat yang diceritakan turun-temurun, dari mulut ke mulut tentang kisah cinta abadi antara sepasang manusia.

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

(Narrator berhenti sejenak)

Mohon maaf, saya salah membaca naskah.
Inilah naskah yang sebenarnya.

Di sebuah tanah asing, seorang putri terdampar setelah diusir dari kerajaannya. Ia ditolong oleh seorang laki-laki dan dirawat di rumahnya. Beberapa hari kemudian, putri itu akhirnya tersadar dari pingsannya.
Lumilumut membuka matanya. Kepalanya terasa pusing. Ketika kesadarannya telah pulih, ia segera waspada dan beranjak bangun namun rasa nyeri di pinggangnya membuat ia harus kembali berbaring.
Setelah rasa nyeri di pinggangnya hilang, ia memandang sekeliling. Ia berada di sebuah kamar yang sederhana namun tertata rapi dan bersih.

(Pintu kamar terbuka, Karim A masuk dengan tongkat di tangannya membawa semangkok obat. Ia masuk sambil meraba-raba dengan tongkatnya, berjalan mendekati tempat tidur dimana Lumilumut berbaring. Tongkat kayunya meliuk-liuk ke sana ke mari mencari jalan hingga akhirnya berhenti di dada Lumilumut.

Karim A:
Ih.. apa ini eh... lombo-lombo...
(menusuk-nusuk dada Lumilumut dengan perlahan dan penasaran)

Lumilumut:
Woi ta pe dada itu tau!
(bangun dan duduk di kasur)

Karim A:
(Terkejut dan mundur beberapa langkah)
Oh, kamu sudah sadar. Maaf saya buta, jadi tidak tahu kalau kamu sudah sadar.

Lumilumut:
Dimana ini?

Karim A:
(Duduk di samping Lumilumut)
Ini kita pe rumah.
(menyodorkan mangkok berisi obat kepada Lumilumut)
Minumlah dulu obat ini, biar kamu cepat sembuh

Lumilumut menerima mangkok berisi obat itu dan meminumnya. Rasanya sangat pahit sehingga ia hampir muntah. Namun ia memaksakan diri menghabiskannya sedikit demi sedikit.

(GAYA DRAMA MURAHAN ON)

Karim A:
Siapakah namamu wahai wanita?

Lumilumut:
Namaku Lumilumut. Aku biasa dipanggil Lumut.

(GAYA DRAMA MURAHAN OFF)

Karim A:
Ooh, nama yang bagus. Kalau saya biasa dipanggil...
(berdiri, menari berkeliling gaya opera)
Karim A

Lumilumut:
Anda seorang tabib?

Karim A:
(Kembali duduk di kasur sambil mengelus-elus jenggotnya.)
(Gaya berpuisi sedih penuh perasaan)
Ahh.. semenjak saya buta, saya menjadi seorang ahli massage alias tukang pijit. Tapi sebelum itu saya pernah belajar ilmu pengobatan . . .
Sayang semenjak saya buta, saya sering salah meramu obat sehingga banyak pasien saya yang mati.

Lumilumut:
(Menyemburkan obat di mulutnya)
Pfffffffffffff!!!
Mangkok di tangan Lumilumut terlepas. Dengan terbatuk-batuk ia berusaha memuntahkan obat yang diminumnya.

Karim A:
(Gaya pidato)
Jangan khawatir! Sebab bukan saya yang meramu obat itu. Saya membelinya di apotik dekat terminal.

Lumilumut:
Oooh, maaf, kita pe kira kwa....

Karim A:
(Masih gaya pidato)
Tidak apa-apa. Itu juga obat kadaluarsa yang saya beli setengah harga.

Lumilumut:
Hoeeekkk!!
(Memasukkan jarinya sedalam mungkin ke dalam kerongkongannya, memaksa diri memuntahkan sisa-sisa obat yang terlanjur ditelan)

Karim A:
(Berpose narsis)
Saya memang tabib yang hebat. HUAHAHAHAHA...!!!

Lumilumut:
Eh, kalu boleh tau, om yang da tolong pa kita kong bawa kamari?

Bukang! Bukang kita. Kita talalu hina kalu mo samakan deng orang yang da tolong pa ngana itu. Bahkan... untuk mencuci bajunya pun aku tak layak!

Lumilumut:
Lalu, siapakah gerangan orang tersebut yang telah menolong saya?

Di depan pintu muncul Trotoar.

Trotoar:
(Menunjuk dadanya)
Itu aku!

Lumilumut:
(histeris)
Aaahh.. Suleeee...

Trotoar:
Bukan! Aku bukan Sule!

Lumilumut:
Lalu, siapa anda?

Trotoar:
(Pose)
I’m Batman!
Bukan!
Aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Karim B!!!

Karim A:
Ruci! Kita pe nama so Karim A, masa le ngana Karim B. Cari nama laeng kwa.

Trotoar:
Baiklah!
Aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Agneeeeer!!!

Karim A:
Yah noh. So rusak ni cirita kalu Agner pe nama ada di sejarah Minahasa.

Trotoar:
Baiklah!
Sebenarnya aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Tro... Toooooooar!

Karim A:
Perkenalkan, ini Trotoar. Dialah yang menyelamatkanmu dan membawamu ke sini.

Lumilumut:
Oh, terima kasih. Aku tak dapat membalas kebaikanmu.

Trotoar:
Nyanda perlu. Waktu kita ganti ngana pe baju kita so pegang-pegang pa ngana. Anggap jo lunas.

Lumulumut:
Ih.. macico!

Tiba-tiba terdengar suara tawa. Seorang perwira Kerajaan Utara bernama Opo masuk.

Opo:
Hahahahaha...

Trotoar:
Sapa ngoni? Mo ba apa dimana deng sapa?

Opo:
Aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Ooooo... pooooo...!!!
Dan aku adalah panglima dari Kerajaan Utara.
Kami mencari seorang gadis bernama Lumilumut. Kami tahu dia berada di sini.

Trotoar:
Nyanda ada nama Lumilumut di sini!

Lumilumut:
Kita! Kita pe nama Lumilumut. Kyapa da perlu apa?

Karim A:
Iiiiihh... pa bodok daaang.

Opo:
Anak buah! Seret wanita itu kemari!

Trotoar:
Anak buah sapa ini? Ngana da maso cuma sandiri.

Opo:
Oh, io kote, lupa.
Lumut! Kau harus ikut untuk menjadi istriku!

Trotoar:
(Menghadang)
Tunggu!
Dia bukan Lumilumut!
Namanya adalah Wawu!

Opo:
Nga pe kira torang biongo? Napa Wawu sana da bakar ikang di pante.
Minggir! Atau kau akan menjadi mayat!

Trotoar:
Baiklah!
Silahkan. Ayo jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri.
(mempersilahkan para tentara (Opo sendiri) untuk menangkap Lumilumut)

Lumilumut:
Ih, ih ih bagimana le ini. Masa ngana se biar dorang mo loku pa kita.

Trotoar:
Kalau begitu kau harus melangkahi mayatku!

Opo:
Rupanya kau punya nyali juga anak muda.
Sebutkan account Facebookmu biar aku tahu siapa yang kubunuh!

Trotoar:
Cih, aku tak sudi menerima permintaan pertemanan dengan orang seperti kau!

Opo:
Rupanya kau memang sudah bosan hidup! Bersiaplah menerima kematianmu!
(bersiap bertempur)

Trotoar:
Tunggu!

Opo:
Ada apa?

Trotoar:
Update status dulu di FB hehehe.
(mengambil HP dan update status)
Sedang bertarung dengan @Opo, panglima Kerajaan Utara.
Oke, klar!

Opo:
Sekarang terimalah kematianmu!
(bersiap menyerang)

Karim A:
Tunggu!
(memanggil Trotoar dan Opo mendekat. Menjelaskan dengan gaya wasit tinju)
Dilarang memukul wajah, dilarang memukul di bawah perut, belakang kepala, kemaluan dan punggung.
Paham?
Okay, Fight!

(Trotoar dan Opo memasang kuda-kuda tempur)

Trotoar:
Karim, cepat bawa Lumut pergi dari sini.

Karim A:
Ayo kita pergi. Kau tunjukkan jalan.

(Lumulumut segera membawa Karim pergi).

Opo:
Sekarang tinggal kita berdua. Menyerahlah.

Trotoar:
Tidak akan pernah!

Opo:
Kalau begitu matilah!
Hiaaat...
(Opo menyerang Trotoar)

Trotoar:
Tunggu!

Opo:
Ih, bagimana le ini dari tadi tunggu-tunggu trus!

Trotoar:
Kita kan pemeran utama, nda mungkin mo main adegan berbahaya.
(berteriak memanggil pemeran pengganti)
Pemeran pengantiiiii...

(Pemeran pengganti masuk dan mengambil posisi tempur)

Opo:
Ah, so ruci komang ini. Masa ngana pake pemeran pengganti kita nda?

Trotoar:
(menghibur Opo)
So bagitu po. Itu no depe beda antara jadi barol deng jadi musuh.

Opo:
Sudah! Ayo selesaikan pertarungan ini!

(Adegan laga)

(Setelah pertarungan sengit, Opo berhasil menjatuhkan Pemeran Pengganti dan menodongnya)

Opo:
Sekarang pergilah ke neraka!
(bersiap membunuh pemeran pengganti)

Trotoar:
Tunggu!

Opo:
No skarang mo tunggu apa le komaling?

Trotoar:
Sabar... kan so abis adegan laga, jadi somo kita ulang yang main.

(Trotoar menggantikan posisi pemeran pengganti)

Opo:
Sekarang pergilah kau ke neraka!
(bersiap membunuh Trotoar)

Trotoar:
Tunggu!

Opo:
(berhenti, berkacak pinggang dengan sangat kesal, menarik napas panjang, geleng-geleng kepala)
So sesat komaling ini, so sesat.
(menenangkan dirinya)
Kyapa komang skarang? Bilang jo.

Trotoar:
Bagini, kita kan pemeran utama ni cirita. Kalu kita mati berarti tamat dang ni cirita.

Opo:
Hi, kong bagimana dang?

Trotoar:
Yaaaa, berarti musti ngana yg mati. Nimbole kita.

Opo:
Ha? Memang musti bagitu so?

Trotoar:
Yah, so bagitu di naskah, mo bagimana lei.

Opo:
(pasrah)
No mana-mana jo dang.

(Trotoar berdiri lalu membunuh Opo. Opo terkapar meregang nyawa)

Trotoar:
Wahai panglima Kerajaan Utara. Kau memang hebat, tapi sayang, kemampuanmu tak dapat menandingi golok saktiku!

Opo:
Ho oh, mana mana jo pa ngana.

Trotoar:
Hahaha... akulah Trotoar, pendekar terhebat di tanah ini!

(Lumilumut dan Karim A masuk)

Lumilumut:
Trotoar... untunglah kau selamat.

Trotoar:
Lumut... sekarang tidak ada lagi yang akan mengganggumu

(Trotoar berlari ke sudut panggung, Trotoar ke sudut panggung yang satunya lagi)

(GAYA DRAMA MURAHAN ON)

Lumilumut:
Oh... Trotoar...

Trotoar:
Oh... Lumut...

(Dialog diulang-ulang selama Trotoar dan Lumilumut saling mendekat)

Trotoar:
Oh Lumut... ada yang ingin aku katakan padamu...

Lumilumut:
Katakanlah wahai Trotoar pahlawanku... katakanlah...

Trotoar:
Sebenarnya... aku...

Lumilumut:
Katakanlah... Katakan... jangan ragu...

Trotoar:
Sebenarnya... aku... mencintai....

Lumilumut:
Oh... aku juga mencintaimu
(bergerak memeluk Trotoar)

Trotoar:
(menghindar dari pelukan Lumilumut)
Karim!

(Trotoar dan Karim A saling berpegangan tangan dengan mesra.)

Lumilumut:
(menangis, kemudian mendekati mayat Opo, mengambil pedangnya)
(bersuara lirih)
Kalu memang nda ada yg cinta pa kita, lebe bae mati!

(Trotoar dan Karim A tidak mempedulikan)

(senyap)

Lumilumut:
(bersuara lebih keras)
Kalu memang nda ada yg cinta pa kita, lebe bae mati!

(Trotoar dan Karim A tidak mempedulikan)

(senyap)

Lumilumut:
(Berteriak keras)
Woi, mo bunuh diri kita!

(Trotoar kaget dan bergegas mencegah Lumilumut bunuh diri, namun terlambat, Lumilumut terlanjur mati duluan)

Karim A:
Mati dia?

Trotoar:
Io

Karim:
Yah noh, rusak cirita.

Trotoar:
Adoh, kong bagimana dang ini?
Biar besae, mar cuma dia satu-satunya parampuang di tanah ini.
(Berteriak sambil menghadap langit)
Kong bagimana torang mo membangun peradaban daaaaaaang...!

NARRATOR:
Demikianlah akhir dari cerita ini. Trotoar hidup berdua dengan Karim sampai saatnya Toar dan Lumimuut datang ke tanah ini dan membangun peradaban Minahasa.

Naskah Drama_PAGI BENING



Pagi Bening








Drama Komedi Satu Babak
Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono
© 2006



P a g i   B e n i n g
( Drama Komedi Satu Babak dari tanah Spanyol )
Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono


T e m p a t   K e j a d i a n
Madrid – Spanyol
Di suatu tempat – Taman terbuka
Di jaman ini juga


P e m a i n
Donna Laura
Wanita tua,  berumur kira-kira 70 tahun
Masih nampak jelas bahwa dulunya cantik dan tindak tanduknya menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.
Don Gonzalo
Lelaki tua, berumur kira-kira 70 tahun lebih
Agak congkak dan selalu tampak tidak sabaran
Petra
Gadis pembantu Laura
Juanito
Pemuda pembantu Gonzalo





 







                        ( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA. TANGANNYA YAN LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK TONGKATNYA )

LAURA          :     Aku selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati orang lain. Duhai, pagi yang cerah! Cerah sekali.

PETRA          :     Tapi matahari agak panas, Senora.  
                       
LAURA          :     Ya, kau masih duapuluh tahun (ia duduk di bangku belakang). Aku merasa lebih letih dari biasanya (melihat petra yang nampak tak sabaR), pergilah kalau kau ingin ngobrol dengan tukang kebunmu itu!

PETRA          :     Dia bukan tukang kebunku, Senora, dia tukang kebun taman ini!

LAURA          :     Ia lebih tepat disebut milikmu daripada milik taman ini. Cari saja dia. Tapi jangan sampai terlalu jauh hingga tak kau dengar panggilanku.

PETRA          :     Saya sudah melihatnya di sana, menanti.

LAURA          :     Pergilah, tapi jangan lebih dari sepuluh menit!

PETRA          :     Baik, Senora (berjalan ke kanan)

LAURA          :     Hei, nanti dulu!

PETRA          :     Ada apa lagi, Senora?

LAURA          :     Berikan remah-remah roti itu!

PETRA          :     Ah, pelupa benar aku ini!

LAURA          :     (senyum) Aku tahu! Pikiranmu sudah lekat ke sana, heh, si tukang kebun itu!

PETRA          :     Ini, Senora (mengeluarkan bungkusan roti. Keluar ke kanan)

LAURA          :     Adios! (memandang ke arah pepohonan). Ha, mereka datang. Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (bangkit dan menyerahkan remah-remah roti). Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat, dan ini untuk yang paling kecil tapi kenes. (tertawa dan duduk lagi memandang merpati yang sedang makan). Ah, merpati-merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari kepalanya yang besar, dan itu ... aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk terus terbang ke dahan. Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan mudah. Ha, ha, jangan bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!
                              (don gonzalo dan juanito masuk dari kiri. Gonzalo bergantung sedikit pada juanito. Kakinya bengkak, agak di seret)
                       
GONZALO    :     Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-bukan.

JUANITO      :     Duduk di sini sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.
                              (dona laura menengok dan mendengarkan)

GONZALO    :     Tidak, Juanito. Aku mau tersendiri.

JUANITO      :     Tapi tak ada .

GONZALO    :     Yang di sana itu kan milikku!

JUANITO      :     Tiga orang pendeta duduk di sana, Senior!

GONZALO    :     Singkirkan saja mereka! ... ... ... Sudah pergi!

JUANITO      :     Tentu saja belum! Mereka tengah bercakap-cakap.

GONZALO    :     Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi, Juanito. Mari!

JUANITO      :     (menggandeng ke arah merpati-merpati)

LAURA          :     (marah). Awas hati-hati!

GONZALO    :     Apa Senora berbicara dengan saya?

LAURA          :     Ya, dengan tuan!

GONZALO    :     Ada apa?

LAURA          :     Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!

GONZALO    :     Peduli apa burung-burung itu!

LAURA          :     Apa, ha?

GONZALO    :     Ini taman umum, Senora!

LAURA          :     Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?

GONZALO    :     Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur saya? Ayo, juanito! (melangkah ke kanan)

LAURA          :     Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir kalau sudah meningkat tua? (melihat ke kanan). Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu mengepul seperti kereta lewat! (juanito dan gonzalo masuk)

GONZALO    :     Apa sudah pergi pendeta-pendeta yang ngobrol itu, Juan?

JUANITO      :     Tentu saja belum, Senior?

GONZALO    :     Walikota seharusnya lebih banyak menaruh bangku-bangku di sini! Terpaksa juga aku kini duduk bersama wanita tua itu!
                              (ia duduk di ujung bangku,memandang dengan iri kepada laura, dan memberi hormat dengan mengangkat topi). Selamat pagi.

LAURA          :     Jadi tuan di sini lagi?

GONZALO    :     Ku ulang lagi, kita kan belum pernah jumpa!          

LAURA          :     Saya toh cuma membalas salam tuan!

GONZALO    :     “Selamat Pagi”, mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.

LAURA          :     Tapi tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.

GONZALO    :     Ahai, bangku ini kan milik umum!

LAURA          :     Kenapa bangku yang di san itu juga tuan katakan milik tuan, hah?

GONZALO    :     Baik, baik! Sekian sajalah!
                              ( pada dirinya sendiri ) Dasar perempuan tua! Patutnya dia di rumah saja, merenda atau menghitung tasbih.

LAURA          :     Jangan mengoceh lagi. Aku juga tokh, tak akan pergi untuk sekedar menyenangkan hatimu!

GONZALO    :     (mengelap sepatunya dengan sapu tangan). Kalau disiram air sedikit tentu lebih baik. Tak berdebu lagi jadinya taman ini.

LAURA          :     Apa tuan biasa menggunakan saputangan sebagai lap?

GONZALO    :     Kenapa tidak?!

LAURA          :     Apa tuan juga menggunakan lap sebagai sapu tangan?

GONZALO    :     Hah? Nyonya kan tak punya hak untuk mengeritik saya!

LAURA          :     Toh sekarang saya ini tetangga tuan!

GONZALO    :     Juanito! Buku! Bosan mendengarkan nonsense macam itu!

LAURA          :     Alangkah sopan santun tuan ini!

GONZALO    :     Maaf saja nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur tangan urusan orang lain!

LAURA          :     Saya memang biasa melahirkan pikiran-pikiran saya.

GONZALO    :     Hhh, Juanito! Buku!

JUANITO      :     Ini, tuan! (mengambil buku dari kantong, don gonzalo memandang dengki pada laura; gonzalo mengeluarkan kaca pembesar dan kacamata: membuka buku)

LAURA          :     Oh, saya kira tuan mengeluarkan teleskop.

GONZALO    :     Nyonya bicara lagi!

LAURA          :     Tentunya penglihatan tuan masih baik sekali!!

GONZALO    :     Jauh lebih baik dari penglihatan nyonya!

LAURA          :     Ahai, tentu saja!

GONZALO    :     Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.

LAURA          :     Artinya tuan suka berburu kelinci dan burung?

GONZALO    :     Saya pemburu memang. Dan sekarang pun saya tengah berburu.

LAURA          :     Ya, tentunya! Begitulah!

GONZALO    :     Ya, Senora. Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi ke Arazaca. Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!

LAURA          :     Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?

GONZALO    :     Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar saya!

LAURA          :     Dan saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya, meskipun saya bukan pemburu!

GONZALO    :     Sudahlah nyonya, sudah! Saya mau membaca. Percakapan cukup! Ngomong putus!

LAURA          :     Ha, tuan menyerah!

GONZALO    :     Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (mengambil tempat obat). Nyonya mau? (memberikan obat  itu)

LAURA          :     Kalau cocok!

GONZALO    :     Ini nomor satu! Nyonya tentu akan suka!

LAURA          :     Memang biasanya akan menghilangkan pusing.

GONZALO    :     Saya pun begitu.

LAURA          :     Tuan suka bersin?

GONZALO    :     Ya tiga kali.

LAURA          :     Persis sama dengan saya! (setelah mengambil bubukan, keduanya bersin berganti-ganti masing-masing tiga  kali).

GONZALO    :     Ehaaaah, agak enakan sekarang.

LAURA          :     Saya pun merasa enak sekarang.
                              (KE Samping) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

GONZALO    :     Maaf, saya mau membaca keras. Tidak mengganggu kan?

LAURA          :     Silahkan sekeras mungkin, tuan tidak menggangu saya lagi.

GONZALO    :     (membaca) “  Segala cinta itu menyakitkan hati
                                                         Tetapi bagaimana jugapun pedihnya
                                                         Cinta adalah sesuatu yang terbaik
                                                         Yang pernah kita miliki “
                              Nah, bait itu dari penyair Campoamor.

LAURA          :     Ah!

GONZALO    :     (membaca) “  Anak-anak dari para bunda
                                                         Yang pernah kucinta
                                                         Menciumku sekarang
                                                         Seperti bayangan hampa “
                              Baris-baris ini agak lucu juga rasanya.

LAURA          :     (tertawa) Kukira juga begitu.

GONZALO    :     Ada beberapa sajak bagus dalam buku ini. Dengar!
                              (membaca) “  Duapuluh tahun berlalu
                                                         Ia pun kembalilah “

LAURA          :     Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan saya.

GONZALO    :     Jadi nyonya bisa membaca tanpa kaca pembesar?

LAURA          :     Tentu saja, tuan.

GONZALO    :     Setua itu? Ahai, nyonya main-main saja!

LAURA          :     Coba saya pinjam buku tuan itu!
                              (mengambil buku dan membacanya keras-keras)
                                                        Duapuluh tahun berlalu
                                                         Dan ia pun kembalilah
                                                         Masing-masing saling memandang,
                                                         Berkata :
                                                         Mungkinkah dia orangnya?
                                                         Ya Allah, dimana oranya itu? “

GONZALO    :     Hebat! Saya iri hati pada penglihatan nyonya.

LAURA          :     (Kesamping) Hmm, saya hafal tiap kata syair itu.

GONZALO    :     Saya gemar sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan ketika masih muda, kadang-kadang suka bersyair.

LAURA          :     Sajak-sajak bagus juga?

GONZALO    :     Ya, macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer, dan penyair-penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.

LAURA          :     Eh, tuan pernah ke Amerika?

GONZALO    :     Sering juga. Pertama kesana saya waktu umur 6 tahun.

LAURA          :     Tentunya dulu tuan ikut Colombus.

GONZALO    :     (tertawa) Yah, tidak sejelek itu nasibku! Saya sudah tua, tapi belum pernah kenal Raja Ferdinand serta Ratu Isabella!
                              (keduanya tertawa). Saya juga teman Campoamor, berjumpa pertama kali di Valensia. Saya warga kota di sana.

LAURA          :     Apa sungguh?

GONZALO    :     Saya dibesarkan disana. Dan masa mudaku habis di kota itu. Apa nyonya pernah ke Valensia?

LAURA          :     Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri sekarang, bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ... lupa ... o ya, Villa Maricella.

GONZALO    :     Maricella?

LAURA          :     Maricella. Apa tuan  pernah mendengarnya? 

GONZALO    :     Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan namanya ... O ya, Laura Liorento!

LAURA          :     (kaget) Laura Liorento?

GONZALO    :     Benar (mereka saling tatap)

LAURA          :     (sadar lagi) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib saya.

GONZALO    :     Aneh juga.

LAURA          :     Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.

GONZALO    :     Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah itu. Nyonya ingat jendela itu?

LAURA          :     Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.

GONZALO    :     Dulu dia suka berjam-jam di jendela.

LAURA          :     (melamun) Ya, memang dulu dia suka begitu.

GONZALO    :     Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh mengesankan sekali! Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan keindahan seperti itu. Dia seperti impian saja.
 
LAURA          :     (ke samping) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu, heh? 
                              (keras-keras) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.

GONZALO    :     Betapa sedihnya (mereka saling memandang)

LAURA          :     Tuan pernah mendengar kabarnya?

GONZALO    :     Ya, pernah.

LAURA          :     Nasib malang meminta yang lain.
                              (kesamping) Gonzalo!

GONZALO    :     Si jago cinta cakap itu! Peristiwa cinta yang sama.

LAURA          :     Ah, duel itu.

GONZALO    :     Tepat, duel itu. Si Jago Cinta itu adalah ... saudara sepupu saya. Saya juga sayang sekali kepadanya.

LAURA          :     Oh ya, saudara sepupu. Seorang temanku menyurati saya dan bercerita tentang mereka. Dia ... saudara sepupu tuan itu ... tiap pagi lewat di depan jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang yang segera disambut gadisnya.

GONZALO    :     Dan tak lama kemudian, dia ... saudara sepupu saya itu ... lewat lagi untuk menerima kembang dari atas. Begitu?

LAURA          :     Benar. Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang tidak ia cintai.

GONZALO    :     Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti gadisnya menyanyi ... di bawah jendela, lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.

LAURA          :     Dan menghina saudara tuan itu.

GONZALO    :     Kemudian  pertengkaran terjadi.

LAURA          :     Dan kemudian ... duel!

GONZALO    :     Ya, waktu matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah. Saudara sepupu saya itu harus bersembunyi dan kemudian melarikan diri.
LAURA          :     Tuan rupanya mengetahui benar ceritanya.

GONZALO    :     Nyonya pun begitu agaknya.

LAURA          :     Saya katakan tadi, seorang teman telah menyurati saya. 

GONZALO    :     Saya pun diceritai oleh saudara sepupu saya.
                              (ke samping) Heh, inilah Laura itu! Tak salah!

LAURA          :     (ke samping) Kenapa menceritakan padanya? Dia tak curiga       apa-apa.

GONZALO    :     (ke samping) Dia sama sekali tak bersalah.

LAURA          :     Dan apakah tuan pula yang menasihati saudara tuan itu untuk melupakan Laura?

GONZALO    :     Ooo, saudara sepupu saya tak pernah melupakannya.   

LAURA          :     Bagaimana begitu?

GONZALO    :     Akan saya ceritakan segalanya kepada nyonya.
                              Anak muda – Don Gonzalo itu – bersembunyi di rumah saya, takut menanggung akibatnya yang buruk sehabis menang duel itu. Dari rumah saya ia terus lari ke Madrid. Ia kirim surat-surat kepada Laura, di antaranya sajak-sajak. Tapi tentunya surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya. Buktinya tak ada balasan. Kemudian Gonzalo pergi ke Afrika, sebab cintanya telah gagal sama sekali, masuk tentara dan terbunuh di sebuah selokan sambil menyebut berulangkali nama Lauranya yang sangat tercinta.  

LAURA          :     (ke samping) Dusta! Heh, dusta kotor belaka!

GONZALO    :     (ke samping) Saya tak bisa membunuh diriku lebih  ngeri lagi.

LAURA          :     Tuan tentunya telah ditumbangkan kesedihan yang sangat

GONZALO    :     Memang betul, nyonya. Dia seperti saudaraku sendiri. Dan saya kira tak lama kemudian, Laura telah melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu seperti biasanya. Tak pernah meratapinya.

LAURA          :     Tidak, Senior. Sama sekali tidak!

GONZALO    :     Biasanya perempuan memang begitu!

LAURA          :     Kalaupun itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah terkecuali! Teman saya itu menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan tak selembar suratpun tiba. Suatu senja ketika matahari  terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan dengan langkah tergesa menuju pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia menuliskan namanya di pasir, lalu duduk di atas karang, memandang ke kaki langit. Ombak menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu karang di mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari muka bumi.

GONZALO    :     Ya Allah!

LAURA          :     Para nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu lenyap ditelan air pasang.
                              (ke samping) Toh kamu tak tahu aku reka-reka sendiri cerita kematianku!

GONZALO    :     ( ke samping ) Dia berdusta lebih ngeri dari dustaku!

LAURA          :     Ah, Laura yang malang!

GONZALO    :     Wahai Gonzalo yang malang!

LAURA          :     (ke samping) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa aku kawin dua tahun kemudian setelah duel itu!

GONZALO    :     (ke samping) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa dua bulan kemudian aku mengawini penari ballet  dari Paris!

LAURA          :     Nasib memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu secara kebetulan dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua teman lama yang telah bertahun lalu terjadi, seperti sudah akrab benar kita ini!

GONZALO    :     Ya, memang aneh. Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.

LAURA          :     Tuan juga yang tadi mengganggu merpati-merpati saya.

GONZALO    :     Memang agak kasar saya tadi.

LAURA          :     Memang kasar. (ramah) Tuan datang lagi besok pagi?

GONZALO    :     Tentu, asal pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati itu, tapi saya akan membawa remah-remah roti besok.

LAURA          :     Oh, terima kasih. Burung-burung  selalu tahu berterimakasih. Hei! Mana pembantuku tadi? – Petra! 

GONZALO    :     (melihat laura yang membelakang) Tidak! Tak akan kukatakan siapa aku ini sebenarnya. Aku sudah tua dan lemah. Biarlah dia mengangankan aku sebagai penunggang kuda tampan yang lewat di bawah jendelanya.

LAURA          :     Nah, itu dia.

GONZALO    :     Itu Juanito! Dia sedang bercanda dengan gadisnya! (mengisyarati)

LAURA          :     (memandang gonzalo yang membelakang) Tidak, aku sudah berubah tua. Lebih baik ia mengingatku sebagai gadis bermata hitam yang melempar bunga dari jendela.
                              (juanito dan petra masuk) Hei, Petra!

GONZALO    :     Juanito, kau sedikit lambat.

PETRA          :     (kepada laura) Si tukang kebun memberikan bunga-bunga ini kepada Seniora.

LAURA          :     Alangkah bagusnya. Terima kasih. Sedap benar baunya! (beberapa bunga gugur ke tanah)

GONZALO    :     Ini semua sungguh menyenangkan, Senora!

LAURA          :     Demikian juga saya, Senior!

GONZALO    :     Sampai besok, nyonya!

LAURA          :     Sampai besok, tuan!

GONZALO    :     Agak panas hari ini!

LAURA          :     Pagi yang cerah. Tuan besok pergi ke bangku tuan?

GONZALO    :     Tidak, saya akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.

LAURA          :     Bangku ini  selalu menanti tuan!      

GONZALO    :     Akan saya bawa remah-remah roti!   

LAURA          :     Besok pagi, jadilah!

GONZALO    :     Besok pagi. (laura melangkah ke kanan berpegang pada petra. Gonzalo membungkuk susah payah memungut bunga yang jatuh tadi, dan laura menengok ketika itu)

LAURA          :     Apa yang tuan kerjakan?

GONZALO    :     Juanito, tunggu dong!

LAURA          :     Tak salah, dialah Gonzalo!

GONZALO    :     (ke samping) Tak salah, dialah Laura!
                              (mereka masing-masing melambaikan tangan)

LAURA          :     Mungkinkah dia itu benar orangnya?

GONZALO    :     Ya Allah, diakah orangnya itu?
                              (keduanya tersenyum)


L a y a r   T u r u n

































 

borobudur

borobudur