CIUNG WANARA
Ditulis kembali oleh : J.Haryadi
Prabu Barma Wijaya Kusuma adalah seorang raja yang memerintah kerajaan Galuh yang sangat luas. Ia mempunyai dua orang permaisuri
yang cantik. Permaisuri pertama bernama Pohaci Naganingrum dan yang
kedua bernama Dewi Pangrenyep. Keduanya sedang mengandung anak sang
raja. Sembilan bulan kemudian Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra
dan diberi nama Hariang Banga. Tentu saja peristiwa ini membuat Raja sangat bersuka cita.
Tiga bulan sejak kelahiran Hariang Banga, permaisuri Pohaci Naganingrum belum juga melahirkan. Dewi Pangrenyep sangat khawatir kalau-kalau Pohaci melahirkan seorang putra yang nanti dapat merebut kasih sayang raja terhadap Hariang Banga, sehingga timbul niat jahatnya untuk mencelakakan putra Pohaci.
Tiga bulan sejak kelahiran Hariang Banga, permaisuri Pohaci Naganingrum belum juga melahirkan. Dewi Pangrenyep sangat khawatir kalau-kalau Pohaci melahirkan seorang putra yang nanti dapat merebut kasih sayang raja terhadap Hariang Banga, sehingga timbul niat jahatnya untuk mencelakakan putra Pohaci.
Saat
yang dinanti-nantikanpun tiba, pada bulan ke-13, Pohaci melahirkan
putranya. Atas upaya Dewi Pangrenyep, tak seorangpun para dayang
diperkenankan menolong kelahiran Pohaci, kecuali Dewi Pangrenyep sendiri.
Niat jahatnya segera dilaksanakan dengan cara mengganti putra Pohaci
dengan seekor anjing. Ia mengatakan seolah-olah Pohaci telah melahirkan
seekor anjing. Kemudian Bayi Pohaci dimasukkannya ke dalam kandaga emas
disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.
Peristiwa
ini tentu membuat malu dan murka sang raja Karena Pohaci Naganingrum
yang telah melahirkan seekor anjing. Rajapun memerintahkan Si Lengser
(pegawai istana) untuk membunuh Pohaci. Si Lengser yang baik hati tidak
tega membunuh permaisuri raja yang rendah hati tersebut. Lalu ia
berpura-pura melaksanakan titah sang raja dan melaporkan telah
membunuhnya, Pohaci telah diselamatkannya dengan cara menyembunyikannya
ke desa tempat kelahirannya.
Di
sebuah desa Geger Sunten yang terpecil terdapat Adalah seorang Aki
bersama istrinya yang bernama Nini Balangantrang. Desa tersebut terletak
jauh dipedalaman hutan dan sulit ditempuh. Sepasang Aki dan Nini
tersebut sudah lama menikah tetapi belum dikarunia anak.
Suatu malam Nini bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki. Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.Betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi bayi beserta telur ayam. Mereka asuh bayi itu dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan dan dipelihara hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa. Anak angkat ini mereka beri nama Ciung Wanara.
Belasan
tahun kemudian Ciung Wanara tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa. Ia
bertanya kepada ayah dan ibu angkatnya tentang asal usulnya Aki dan Nini
pun menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar
cerita dari orangtua angkatnya, Ciung Wanara jadi mengerti siapa
dirinya.
Suatu hari Ciung Wanara pamit untuk menyabung ayamnya dengan ayam raja, karena didengarnya raja gemar menyabung ayam. Taruhannya
ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah maka ia rela mengorbankan nyawanya.
Tetapi bila ayam raja kalah, raja harus bersedia mengangkatnya menjadi
putra mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut.
Sebelum
ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan
peristiwa puluhan tahun yang lampau tentang permaisuri yang dihukum mati
dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan. Raja tidak
menyadari hal itu, tetapi sebaliknya Si Lengser sangat terkesan akan hal
itu. Bahkan ia menyadari sekarang bahwa Ciung Wanara yang ada di
hadapannya adalah putra raja sendiri.
Setelah
persabungan, ayam baginda kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja
menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra mahkota. Dalam
pesta pengangkatan putra mahkota, raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung
Wanara dan Hariang Banga. Selesai pesta pengangkatan putra mahkota, Si
Lengser bercerita kepada raja tentang hal yang sesungguhnya mengenai
permaisuri Pohaci Naganingrum dan Ciung Wanara.
Mendengar
cerita itii raja memerintahkan pengawal agar Dewi Pehgrenyep ditangkap.
Akibatnya timbul perkelahian antara Hariang Banga dengan Ciung Wanara.
Tubuh Hariang Banga dilemparkan ke seberang sungai Cipamali yang sedang
banjir besar. Sejak itulah kerajaan Galuh dibagi menjadi 2 bagian dengan
batas sungai Cipamali. Di bagian barat diperintah oleh Hariang Banga.
Orang-orangnya menyenangi kecapi dan menyenangi pantun. Sedangkan bagian
timur diperintah oleh Ciung Wanara. Orang-orangnya menyenangi wayang
kulit dan tembang. Kegemaran penduduk akan kesenian tersebut masih jelas
dirasakan sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar