Legenda Kawah Sikidang
Jawa Tengah - Indonesia
Legenda Kawah
Sikidang
Rating : 2.4 (19 pemilih)
Di sejumlah desa
di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah, banyak anak asli
Dieng yang memiliki rambut gembel atau gimbal. Oleh
karena itu, anak-anak tersebut biasa dipanggil sebagai anak
gembel. Rambut gimbal itu terjadi
ketika mereka berumur 40 hari sampai sekitar enam tahun yang diawali dengan
gejala demam yang sangat tinggi dan suka mengigau saat tidur. Uniknya, rambut
gimbal itu baru boleh dipotong setelah adanya permintaan dari anak itu sendiri.
Ada beberapa versi mengenai asal mula anak gembel ini,
salah satu di antaranya adalah versi cerita rakyat
yang dikenal dengan Legenda Kawah Sikidang.
Berikut kisahnya.
* * *
Ratusan tahun yang silam, di Dataran
Tinggi Dieng ada seorang putri cantik jelita nan rupawan bernama Shinta Dewi.
Ia tinggal di sebuah istana megah yang dikelilingi taman bunga yang indah.
Kecantikan Shinta Dewi mengundang decak kagum bagi setiap pangeran yang
melihatnya. Banyak pangeran yang sudah melamarnya, namun tidak ada satu orang
pun yang sanggup mendapatkannya karena Shinta Dewi meminta mas kawin yang
jumlahnya sangat banyak.
Suatu ketika, seorang pangeran yang
kaya-raya bernama Kidang Garungan bermaksud melamar Shinta Dewi. Sang Pangeran
merasa bahwa dengan harta kekayaannya, ia dapat memenuhi mas kawin yang diminta
oleh sang Putri. Maka, ia pun mengutus beberapa orang pengawalnya untuk
menyampaikan lamarannya kepada Shinta Dewi.
“Sampaikan lamaranku kepada Putri Shinta
Dewi,” titah Pangeran Kidang kepada para pengawalnya. “Katakan kepadanya bahwa
aku sanggup memenuhi berapa pun mas kawin yang dia minta.”
“Baik, Pangeran! Perintah Pangeran segera
hamba laksanakan,” jawab salah seorang utusan seraya berpamitan.
Setiba di kediaman Shinta Dewi, para
utusan Pangeran Kidang Garungan segera menyampaikan lamaran tuan mereka mereka
kepada sang Putri.
“Ampun, Tuan Putri! Kami adalah utusan
Pangeran Kidang Garungan. Kedatangan kami ke mari adalah untuk menyampaikan
lamaran beliau kepada Tuan Putri,” kata salah seorang utusan.
“Hai, utusan Pangeran Kidang! Berapa
banyak mas kawin yang disanggupi tuan kalian untuk melamarku?” tanya Putri
Shinta Dewi.
“Ampun, Tuan Putri! Pangeran kami memiliki
harta kekayaan yang melimpah. Berapa pun mas kawin yang Tuan Putri minta,
pangeran kami bersedia memenuhinya,” jawab utusan itu.
Mendengar keterangan itu, Putri Shinta
Dewi terdiam sejenak sambil membayangkan wajah Pangeran Kidang Garungan.
“Dia seorang pangeran yang kaya raya. Aku
yakin, pastilah ia tampan dan gagah perkasa,” pikirnya
Putri Shinta Dewi akhirnya menerima
lamaran Pangeran Kidang Garungan. Sementara itu, para utusan segera kembali
untuk menyampaikan berita gembira tersebut kepada sang Pangeran. Alangkah
senangnya hati Pangeran Kidang Garungan mendengar berita tersebut. Ia pun
segera memerintahkan para pejabat istana untuk mengadakan persiapan kunjungan
ke istana Putri Shinta Dewi dalam rangka membahas rencana pernikahannya.
“Wahai para pejabat istana, tolong siapkan
segala sesuatunya, termasuk mas kawin yang diminta oleh Putri Shinta Dewi,”
perintah Pangeran Kidang Garungan. “Besok pagi-pagi sekali, kita berangkat
bersama-sama menuju ke istana sang Putri.”
Mendengar perintah itu, para pejabat dan
seluruh isi istana tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ada yang sibuk
menyiapkan mas kawin berupa emas, intan, dan berlian. Sebagian yang lain sibuk
menyiapkan berbagai macam hadiah lainnya untuk sang Putri. Sementara itu,
beberapa pengawal menyiapkan kuda yang akan dikendarai oleh Pangeran Kidang
Garungan.
Keesokan harinya, Pangeran Kidang Kidang
Garungan bersama rombongannya pun berangkat ke istana Putri Shinta Dewi. Setiba
di sana, mereka disambut meriah oleh sang Putri dengan aneka hiburan. Namun,
ketika bertemu dengan Pangeran Kidang Garungan, sang Putri tersentak kaget
karena sang Pangeran ternyata bukanlah pria tampan seperti yang ada dalam
bayangannya.
“Oh, Tuhan. Mampuslah aku,” ucap Putri
Shinta Dewi, “Ternyata, pangeran itu bertubuh manusia tapi berkepala kidang[1]!”
Putri Shinta Dewi merasa amat kecewa.
Namun, nasi telah menjadi bubur. Ia sudah terlanjur menerima lamaran Pangeran
Kidang Garungan. Sang Putri sudah berusaha ingin menerimanya, tapi hatinya
tetap menolak. Maka, ia pun berpikir keras untuk mencari jalan keluar agar
pernikahannya dengan pangeran berwajah kijang itu batal. Sebelum pernikahan
dilaksanakan, ia memberikan satu syarat yang amat berat kepada Pangeran Kidang
Garungan.
“Ketahuilah, Pangeran! Kami yang tinggal
di daerah ini amat kesulitan mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari. Maka
itu, Dinda ingin dibuatkan sebuah sumur yang besar dan dalam. Dinda tidak mau
menikah dengan Kanda sebelum sumur itu selesai,“ pinta Putri Shinta Dewi,
“Tapi, pembuatan sumur itu harus dikerjakan sendiri oleh Pangeran dalam waktu
sehari.”
Dengan syarat yang berat itu, Putri Shinta
Dewi berpikir bahwa sang Pangeran tidak mungkin bisa memenuhinya sehingga
mereka pun batal menikah. Namun, di luar dugaannya, ternyata Pangeran Kidang
Garungan memiliki kesaktian yang tinggi.
“Baiklah, Dinda. Kanda siap memenuhi
syarat itu,” kata Pangeran Kidang Garungan.
Pada hari itu juga, sang Pangeran membuat
sumur di sebuah tempat sepi yang telah ditunjuk oleh sang Putri. Dengan
kesaktiannya, ia menggali tanah itu dengan tangannya sedikit demi sedikit.
Sesekali ia menggunakan tanduknya untuk menggali tanah yang keras. Ia bekerja
dengan cepat dan tanpa mengenal lelah. Ketika sumur itu hampir selesai, sang
Putri pun mulai panik.
“Pangeran Kidang Gurangan ternyata sakti.
Bagaimana jadinya jika ia benar-benar dapat menyelesaikan sumur itu?” gumam
sang Putri, “Ah, tidak. Aku tidak mau menikah
dengannya. Aku tidak akan membiarkan dia menyelesaikan sumur itu.”
Putri Shinta Dewi pun segera memerintahkan
para pengawal dan dayang-dayangnya untuk menimbun sumur itu. Pangeran Kidang
Garungan yang berada di dalamnya tidak sadar jika dirinya telah ditipu. Ia baru
menyadari hal itu setelah kerukan-kerukan tanah menimpa dirinya. Ia pun
berteriak agar sang Putri berhenti menimbun dirinya di dalam sumur itu.
“Putri, hentikan! Hentikan...!” teriaknya.
Semakin keras sang Pangeran berteriak,
semakin cepat pula para pengawal dan dayang-dayang itu menimbuninya. Ketika
seluruh tubuhnya telah tertimbun tanah, pangeran itu segera mengerahkan
kesaktiannya agar bisa keluar. Tak ayal, sumur itu meledak sehingga tanah
berhamburan keluar. Ketika ia ingin keluar, sumur itu terus ditumbuni.
Akhirnya, Pangeran Kidang Garungan pun tewas tertimbun tanah di dalam sumur
itu. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia bersumpah bahwa seluruh keturunan
Shinta Dewi akan berambut gembel. Sementara itu, sumur yang meledak itu
lama-kelamaan menjadi kawah yang dan diberi nama Kawah Sikadang.
* * *
Demikian cerita Legenda
Kawah Sikadang dari Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Hingga
kini, Kawah Sikidang masih aktif mengeluarkan uap panas
yang mengandung belerang. Sementara itu, anak berambut gembel
akibat kutukan Pangeran Kidang Garungan
juga masih dapat kita temukan di daerah ini. Adapun pesan moral yang dapat
dipetik dari cerita di atas adalah bahwa Putri Shinta Dewi menerima lamaran
Pangeran Kidang Garungan bagai “membeli kucing dalam karung”.
Akibatnya, timbullah penyesalan dan perasaan kecewa pada diri sang Putri
sehingga mengakibatkan nyawa Pangeran Kidang Garungan melayang. Jadi, sebelum
menerima lamaran seseorang sebaiknya kita teliti terlebih dahulu keturunan dan
silsilah si pelamar, serta mengetahui atau melihat langsung bentuk fisiknya
sehingga tidak menimbulkan rasa penyesalan di kemudian hari. (Samsuni/Sas/250/04-2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar